Minggu, 31 Desember 2017

First Step


“Tin, sholat dzuhur yuk!” kata Iin, teman sekelasku, sesaat setelah bel jam istirahat kedua berbunyi. Dengan alis yang mengkerut penuh alibi, aku menjawab, “tidak, In. pergi saja, tidak apa-apa.”
“Loh? Kenapa?” Tanya Iin heran dengan penolakan terhadap amalan wajib itu.
“Hm… tadi aku ga shalat shubuh, In. Jadi ga shalat dzuhur juga.” Jawabku dengan sedikit ragu diawal tapi dengan penuh yakin diakhirnya. Iin pun memandangku dengan lebih heran lagi, kemudian dengan nada lembut khas Iin, ia berkata,
“Oh gitu… Jadi, kalau kamu ga sarapan, kamu ga makan siang juga?” simpelnya yang membuatku tertunduk malu tanpa kata.
“Ya udah ga papa. Aku pergi ke mushallah dulu ya.” Dengan senyum, Iin meninggalkan kelas.
***
What? Is she on the story is you, Titin? Yes… She was me. Who I am before. Sebelum ku mengenal indahnya kasih sayang Rabbku yang tiada tara. Boro-boro shalat, saat terkejut saja mungkin bukan dzikrullah yang keluar dari lisan ini, melaikan untaian sumpah serapah yang dapat menghantarkan jitakan orang yang mendengarnya. Pasalnya aku terlahir bukan dari keluarga yang basically Islami atau dibesarkan dilingkungan bernafaskan Rabbani. Lahir dan besar di Ibu Kota tanpa dasar agama yang kuat dapat membuat tumbuh kembang anak tak berpondasi kuat, imbasnya, ia akan mudah terseret arus dengan dalih kenyamanan di comfort zone. Bukan, ini bukan ajang diri membuka aib, tapi ijinkanku mengajak kalian kemasa laluku dimana pertama kali aku mengenalNya dengan mantap yang membuatku tak ingin jauh lagi dariNya.
Aku tumbuh dengan kasih sayang Mama dan Bapak yang selalu menyelimuti. Kasih sayang seorang Mama yang tak akan pernah terganti, dalam murkanya pun ia balut dengan kasih yang tak elak membuat murka itu luntur seketika dengan pelukan yang berbalas maaf. Bapak lebih introvert, ia tak begitu akrab dengan kami, tapi itu bukan sebuah alasan yang kemudian kelak dapat menjadi saksi bahwa ia tak menyayangi. Caranya memberi kasih sayang lebih dari apa yang kau kira. Bukankah ketika Mama yang menelepon menanyakan keberadaan kita disore hari ketika tak kunjung pulang, ialah desakan dari Bapak? Bukan kah yang bekerja keras tanpa lelah mengambil lembur hanya untuk melebihkan apa yang seharusnya sudah cukup bagi kita? Yakinlah keduanya menyayangi dengan caranya masing-masing, terlalu naif jika diri ingin bersu’udzon kepada keduanya dengan berkata, “Mama dan Bapak tak menyayangiku.” Lantaran hanya karena mendapat omelan yang sebenarnya wujud cinta kasih dan sayangnya.
Mama adalah sosok yang tangguh, ia rela berkorban banyak hanya untuk mengukir senyum diwajah kecil kami. Bahkan saat ia terkujur kaku ditempat tidur rumah sakit, dalam keadaan hemiplegia (lumpuh setengah badan akibat stroke), ia masih menuliskan dengan sisi tangan lainnya, apa yang menjadi keperluan sehari-hari kami, anak-anaknya. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, bukan kah kami ini berasal dari Mu, duhai Rabbku? Dan kelak hanya kepadaMu lah kembali diri ini? Qadarallah, Ia lebih menyayangi Mama, iapun pergi dengan berbagai bekas luka bak disayat-sayat yang alhamdulillaah sebagai bukti sayangnya Allah, mengajarkan kami makna ikhlas melalui kepergiannya, yang terkasih, yang selama ini memenuhi hampir seluruh isi hati. Kepergian seorang wanita tangguh tentu sangat berpengaruh, seketika tertorehlah kata “wajar” ketika diri makin jauh dari agama samawi wa rahmatan lil’alamin ini.
***
            “Ha? Tidak boleh pacaran?” dengan terkejut bin shock diri ini berseru penuh tanya kepada teman-teman sekelas sewaktu duduk di kelas XI IPA 1, SMA, teman-teman kelas yang cukup banyak mengikuti rohis.
            “Iya, Tin.” Kata Iin yang sebelumnya tanpa sengaja memberi tau bahwa mereka, anak rohis, sebenarnya tidak boleh berpacaran. Ditelinga Titin Muda (haa, sekarang juga masih muda, I mean, younger than before) sangat aneh, apa yang salah dengan pacaran? Bukankah itu baik, ada yang memperhatikan, menyemangati belajar, menemani diberbagai moment, sedia setiap saat bak rek**na.
            Oh dear, my self. Tertawa penuh malu mengingat siapa diri ini dulu, namun dengan segala kebaikanNya memperkenalkan diri ini dengan mereka, anak-anak rohis SMA Neg 3 Makassar, yang rohisnya akrab kami sapa “Ikramal”, Ikatan Remaja Mushallah Al Iqra.
***
            “Tin, kamu ini cantik. Tapi lebih cantik lagi kalau pakai jilbab.” Goda seorang teman sekelas, ma syaa Allah, begitu banyak cara mereka untuk mengajak diri mulai dari jujur-jujuran hingga siasat-siasat penuh kebaikan. Kalimat yang hanya ku balas dengan tatapan sinis dengan rona penuh malu.
            “Tin, ayo ikut Kamat.” Ajak seorang Ukhti, aku sedikit lupa, entah Ukhti Iin, atau Ukhti Dina yang mengajak kala itu. “Kamat, Kajian Jum’at.” Lanjutnya setelah melihat raut kebingunganku, yang kemudian ku sambut dengan peng”iyaan”
            Saat berada di dalam ruang kelas untuk mengikuti Kamat, disiang hari setelah jam pulang sekolah dihari Jum’at, kira-kira pukul 10.30 agak samar, namun masih terlukis jelas apa yang ku pandang di depan kelas yang tengah bersiap memberikan materi. Seorang Akhwat (Perempuan) anggun dengan jilbab besar nan lebarnya, begitu sejuk nan teduh dengan keramahannya. For the first time, rasa “ngeri” melihat wanita berjilbab besar nan lebar berwarna gelap itu menguap entah kemana, berganti dengan molekul takjub beriring kagum dengan apa yang disaksikan. Ku kira “mereka” itu akan sinis, atau mungkin pesimis unuk sekedar memberi sapa dengan manis, namun dengan keramahan Sang Akhwat, menggiring hati ini berjalan setapak demi setapak menuju seberkas cahaya di ujung nan jauh untuk diraih.
            Singkat saja Kamat siang itu, kurang lebih satu jam. Namun satu jam penuh makna dan menjadi titik berbalikku. Entah apa yang dibawa akhwat shalihah itu, namun ada buncah tak terbendung yang memantapkan diri “aku ingin berjilbab.” Tak ada yang tau niatan ini, hanya kepada Bapak ku sampaikan.
            “Bapak… aku mau beli jilbab dan baju panjang untuk sekolah.” Pintaku yang sekaligus memberi tau niat kuatku ini. Tanpa tapi, tanpa tanya, beliau hanya menjawab, “Kapan? Nanti Bapak temani.”
***
            “Titin mana nih, lama sekali.” Kata seorang teman yang berdiri didepan pagar sekolah bersama teman-teman lainnya, pagi itu kami akan mengikuti Upacara hari Pendidikan Nasional di Lapangan Karebosi, Makassar. Ia sempat melirikku. Ku sangka ia hanya bercanda, namun wajah kesalnya mulai nampak yang kemudian menyadarkan ku kalau ia tak mengenaliku.
            “Akukan sudah dari tadi disini.” Sahutku kemudian yang membuat wajah bingung teman-teman yang ada.
            “Titin? Ma syaa Allah.” Kata mereka sahut menyahut yang disusul dengan bullyan penuh kasih mereka. Tanggal 2 Mei 2012, kali pertamaku menggunakan Jilbab dengan hati yang mantap, walau dengan sederhana, belum sesuai dengan An Nur ayat 31 maupun rangkaian hadits yang seharusya.
***
            Then… what is the main point, sist? Poin utamanya kenapa saya menuliskan kisah ini diakhir tahun 2017, ialah sebagai bahan refleksi utamanya bagi diri saya pribadi. Refleksi bahwa hidayah Allah itu ga serta merta datang, ada yang harus dijemput walau dengan terpaksa, dan harus ada orang-orang yang mau mengantarkan dengan paksa untuk mereka yang merindukan hidayah Allah.
            So, what the is the correlation between pict with your note? Korelasinya adalah, kemarin ketika saya membuka kembali raport SMA, ma syaa Allah, ku temukan lembar demi lembar yang kosong dibagian ekstrakulikulernya, yang pada akhirnya ditahun terakhir berisi pada kolom “Ikramal” dengan predikat AB (Amat Baik). Kalau saya artikan AB itu Allah Baik. Baik sekali menemapatkan diri ini di kelas yang anak-anaknya pandai bersiasat dan terus mengajak dalam kebaikan, Baik sekali memperkenalkan dengan Murobbiyah (Kak Eki) dan teman-teman tarbiyah, Ukh Ilmy, Ukh Dina, Ukh Kiki, Ukh Dian, Ukh Monic, Ukh Iin. Disaat diri sama sekali tak mengenal Islam melainkan hanya predikat yang diperoleh dari orang tua, Allah kirimkan mereka untuk kemudian menjadi “First Step” menerima banyak kebaikan lainnya.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah swt. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
            Dear kamu yang sedang membaca tulisan ini. Pergantian tahun bisa menjadi salah satu tolak ukur kita dalam menjalankan resolusi kedepannya. Maafkanlah diri kita dimasa lalu, mohonlah ampun kepada Allah, kuatkan tekad untuk bertaubat dan berhijrah menjadi lebih baik kedepannya. Jika aku, dia, dan mereka, berani untuk mengambil jalan untuk terus belajar mendekat padaNya, mengapa dikau ragu? Bukan kah Allah sendiri yang berkata penuh kasih “janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.”? Jika dosa ini seluas lautan, ampunanNya seluas samudra, jika kesedihan ini menenggelamkan diri, kasih cintaNya tak akan ragu menyelamatkan bahkan jika diri berlumur dosa. Tak ada aturannya yang merugikan, melaikan berlimpah keuntungan, penyelamatan, dan kehormatan atas aturan yang ia berikan.
            Bukan, bukan karenaku merasa lebih baik kemudian diri menasehati, bukan. Kelak diri berada dalam kefuturan, berada dalam jurang kemaksiatan, ingatkanlah diri ini. Sebab syurgaNya begitu luas, ajaklah sebanyak-banyaknya yang engkau kasihi menujunya. Hari ini aku mengajakmu, besok jika aku terlena akan dunia, ingatkan akan tujuan kita ya, saudaraku.
      Jadi… sudah siapkan dengan 2018? Dengan First Step ala kamu? Dengan samudra ampunanNya? Dengan berbagai kebaikan yang akan Allah beri? Syaratnya? Kembalilah padaNya, mohon ampun, dan maafkanlah diri ini.
Wallahu a’lam bishshowwab, wassalamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Merauke, 31 Desember 2017
With Allah's rahmah,

Your Tin.




Read More

Rabu, 15 November 2017

Different


"Jika ingin sukses, maka beranilah menjadi beda." terngiang kalimat bijak yang pernah terekam didalam benakku, entah kapan dan oleh siapa.

tapi memang benarlah katanya, lihatlah mereka yang sukses, Colonel Harland David Sanders, founder KFC yang konon mencoba hingga 1009 kali untuk menjadi beda dalam menyajikan ayam renyahnya, lihat hasilnya sekarang? Mark Elliot Zuckerberg, founder Facebook, yang mana akunku dan akunmu menjadi sesuatu yang sering dikunjungi tiap harinya, ya lagi-lagi karena Markpun berani untuk menjadi beda.

pagi ini, sehabis melaksanakan hak sendi-sendi untuk memperoleh shodaqoh, di Mushallah sekolah ada anak2 yang ramai, nein, bukan untuk ibadah, namun untuk mengerjakan tugas mata pelajaran agama. mereka mengerjakannya dengan tak memperdulikan sekitar, perempuan bercampur dengan laki-laki (padahal di dalam mushallah). iyaa udh ditegur geng, tapi mereka merasa itu hal yg wajar dan biasa jika mngerjakannya bersama.

namun ada yang mencuri perhatianku, ada dua orang siswa (laki-laki) yang melakukan kesibukan berbeda. yang satunya bertumpu pada lututnya yg ditekuk, yang satunya tilawah dan memegang saudaranya, bak sedang ruqiyah.

tapi bukan adegan itu yg membuatku takjub, namun adegan si anak yg tilawahlah. pasalnya ini kali pertama ku mendengarkan siswa tilawah di sekolah ini, di mushallah tepatnya. seringnya kudapati yang lain hanya berseda gurau dan katawa ketiwi. tapi kini disaat siswa lain keluar dari mushallah dan si anak tetap tilawah, sejuk rasanya.

ya, dia berani untuk berbeda.
jika tilawah itu jarang bagi mereka di sekolah, tentu si anak sudah berjihad melawan rasa malunya (takut dibilang sok alim) terlebih dahulu. dan ya, tak sia-sia, Allah Maha cepat Perhitungannya.

walau jika didengar dengan seksama akan kita ketahui bahwa si alim kecil masih belajar makhrojul maupun tajwid, namun tiada kata terlambat utk memulaikan?

jadi teringat kata-kata bijak dari video ceramah seorang ustadz yg ku nonton beberapa hari yang lalu. "jika kita shalat 5 waktu, jangan bangga, orang lain sdh shalat dhuha, tahajjud, dan shalat-shalat lainnya yang ada disebutkan dalam Al Qur'an."

ma syaa Allah, masih terlalu kecil amalan yang kita buat dan kita banggakan. tak ada seberapanya dari mereka yang menutupinya namun begitu dekat hatinya dengan RabbNya.

berbeda, ya... beranilah menjadi berbeda di jalan kebaikan, teruslah berusaha dan tidak cepat puas dengan apa yang telah diperoleh.

saling mengingatkan ya kawanku.
semoga kelak Allah akan menyatukan kita di jannahNya dengan keberanian kita utk berbeda, yang kemudian tetap sama dalam tujuan menggapai ridhaNya, dengan Al Qur'an dan As Sunnah sebagai pegangan yang satu. aamiin Allahummaa aamiin.

Merauke, 15 November 2017
Tin.

***
Nb: video on my home in line, please check it on @stsuhartini
Read More

Jumat, 27 Oktober 2017

Silence



Tetibaku didalam sepi
Ia mengalir mengikuti lirih
Terbawaku pada lorong imajinasi
Bagaimana jika Ia memanggil
Sudah siapkah diri?

Bukan hanya tentang diri
Tapi bagaimana jika ia yang dikasih
Sudahkah diri berbakti?
Sudahkah diri mencukupi?

Kucari gelisah yang tiap malam menemui
Kutanya malam yang juga pasih
Namun gelapnya menenangkan hati
Pintalah, mungkin titahnya berbalut kasih

Allahu Rabbi...
Sering diri ini memikirkan dunia
Bagaimana diri ini membanggakan di dunia
Bagaimana diri ingin selalu ceria
Sedang akhirat tak lupa mengira

Setiap insan memiliki khilaf
Namun haruskah ia berulang menjadi dalih akan kesewenangan diri?

Allahu Rabbi...
Seluruhku milikMu,
Saatku kembali, ku ingin ampunan menjadi balutan amalan yang membawa murka
Ku ingin kasih menjadi balutan amalan yang Engkau Ridhai

Rabbigfirli...

***

In the dark of night
With Allah beside me (as always)

Tin.

Read More

Minggu, 30 Juli 2017

Admiration

"lah itukan agenda ibu-ibu."
terdengar menohok seberkas kalimat yang keluar dari seorang pemuda di dunia yang ia sebut modern

***

siang ini kudapati alarm dikalender mengingatkan "Seminar Islamic Parenting".
sambil matikan alarm, kuhela nafas yang cukup panjang. pasalnya pagi ini ada lomba debat di kampus yang berbeda dengan tmpat pelaksanaan seminar yang telah kudaftar jauh-jauh hari sebelumnya.

"semoga masih sempat." gugamku dalam hati, mengingat lomba selesai pkl 10.50wib sedang seminarnya dimulai 9wib.

waktu terus berjalan, lomba telah selesai dan akhirnya berjalan menuju kampus tempat seminar islamic parenting diadakan.

harus berjalan kaki terlebih dahulu untuk mencapai tempat bus mengangkut mahasiswa dari UIN Malik Ibrahim - UB - UM dan seterusnya.

"walah ukh, lupa. hpku tadi dititip diatas." teriakku ketika sudah seperempat jalan menuju tempat pemberhentian bus.

dar kejauhan kulihat ada sepeda yang sedang parkir bersama seorang wanita yang kemudian kupinjam. the power of ukhuwah, alhamdulillaah diijinkan.

setelah berbagai proses perjuangan menuju (lebih tepatnya mengejar) bus, tibalah kami di kampus tempat pelaksanaan Seminar Islamic Parenting.

karena terlambat, ketika masuk tempat depan telah terisi penuh. tampak begitu banyak perempuan dan ibu-ibu didalam.

"jika ada salahnya itu datangnya dari saya, jika ada benarnya itu datang dr Allah." baru beberapa menit duduk, sesi pertama seminar sudah selesai. alhasil harus menanti untuk sesi kedua. karena sudah waktunya shalat dzuhur orangpun berbondong-bondong keluar.

"alhamdulillah masih dapat kesempatan duduk didepan." besitku dalam hati
"kak titin kalau bisa dapat tmpat di depan kita pindah ya." pinta ukh meidy yang lgsg ku aminkan.

karena sedang tidak shalat, saya tetap stay dlm ruangan Aula Gedung Fakultas Teknik Pertanian itu. hanya ada beberapa akhwat di dalam. ba'da waktu shalat mulailah ada yg berdatangan.

yang membuatku kagum ialah, kedatangan para ikhwan. bukan ttg siapa ikhwannya, but every ikhwan (laki2, bapak2, pokok e men) that came at that time.

diera modern yang dinikmati banyak kaum pengejar dunia, alhamdulillaah masih ada para lelaki yang tau bahwa ilmu 'parenting' bukan saja makanan perempuan ataupun ibu-ibu.

ya, karena anak bukan hanya tanggung jawab si 'ibu' tapi juga si 'ayah'.

betapa banyak kisah, sang ayah yg tak kuat dengan jeritan tangis anak sendiri. yang tak kuat berlama-lama berbincang dengan anaknya. sibuk dengan dunia kerjanya dengan dalil 'menafkahi' tapi lupa membekali keluarga dengan peran ke 'ayahannya', hingga waktu berlalu dan tak terasa, rupanya si kecil telah besar, sang remaja telah mendewasa, yang polos telah terwarnai oleh lingkungan, sampai sang ayah berteriak keras "Dasar kurang ajar.", atau bahkan anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dari sang ayah, terlebih jika ia perempuan, ia akan sangat mudah mengagumi lelaki lain karena tak mendapat tokoh ayahnya sebagai sang hero. wa na'udzubillaah.

tapi siang ini, saya terkagum
kagum atas keberanian 'mereka' datang dimajelis yang penuh para wanita dan  ibu-ibu. dimajelis yang sejak lama menjadi perbincangan hanya dikalangan ibu-ibu.

semoga Allah menjadikan kita smua orang tua yang luar biasa, yang bisa menghasilkan generasi Islami yang luar biasa. yang hela nafasnya terdapat dzikir atasNya, ditiap langkahnya penuh tawaddu untuk mengaharap ridhoNya, dan disetiap tindakannya bertabur barokah atas izinNya.

rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata'ayyun waja'alna lilmuttaqina imamaa.

Malang, 30 Juli 2017

with ukh meidy behind me with love
tin ~
Read More

Rabu, 07 Juni 2017

You Know Me, Yesterday and Today

Wed, May 24. 07.03 am
Titin: Assalamu'alaykum wii, tiwi lagi dimana?
Tiwi: Lg dirumah sygkuuu napaaakii?
Titin: Aku lagi di Sorong Papua Barat (ga ada yang nanya padahal), nanti mau balik Merauke, transit di Makassar. tapi mungkin nda lama wi, lama deng wkwk, dari sore sampai malam. rencananya mau ke Panakukang. yakali bisa meet up :') tapi kalau tiwi sibuk nda papa ji :')
Tiwi: Mauuuuuuuuu. Kapan tin?
Titin: hari ini wiii, ajakin edo dan ami jugaaaa
Tiwi: okay, kabari kaaa tin nahhh
Titin: iyaaa in syaa Allah

Wed, May 24. 19.57
akhirnyaa tadaaa, meet up
pertama ketemu tiwi langsung meluk, ketemu dua bocah lainnya hanya gemes2, yakali salaman aja kaga mampu hehe.

Edo: kapan ki terakhir ketemu di?
Titin: Tiga tahun yang lalu I guess
Fahmi: iya, lamanya mi di. saya juga berarti
Tiwi: kita berdua dua tahun yang lalu sotta, dulu titin datang kau antar ka ke rumahnya.
Titin: iya mi, yang ko bilang saya sudah kayak mama-mama.

yah begitulah, rasanya kurang lama untuk berbincang dengan mereka, sudah keburu harus ketemu bapak, yang ini harus jadi kudu, bapaknya lebih rindu soalnya. dan nemenin Ukh Dwi untuk nyari oleh-oleh.

so, who they are?
since I never upload kebersamaan kami, karena pernah ganti FB jadi ga nampak jejak-jejak pertemanan kami.

mereka adalah teman saya dari jaman SMP. pas SMA hanya satu SMA dengan tiwi dan fahmi. sebenarnya kami ada banyak hehe dulu kami semua satu kelas di kelas 8.3 makanya nama kelas kami dulu, DTH (Delapan Tiga Holic) jaman-jaman alay yang cukup banyak membangun kepribadian. Edo (sweater putih) sebenarnya bukan teman sekelas kami, tapi dia sering main bersama Kevin (cek nama-nama di foto), jadinya dia sering ke kelas kami dan jadi bagian dari kami, malah sampai reuni kelaspun dia sometimes join.

kalau tiwi, she is my favorite girl. 9 tahun bersamanya (sudah kayak wajib belajar) menjadikan kami dekat secara batiniah :p. she is like my twin. kita memang ga pernah bisa selalu ada dalam suka maupun duka, but, every big story kami tau kemana harus mencurahkannya selain kepada Allah.

ah rasanya baru kemarin kita malu-maluan dan saling canggung untuk ngobrol
rasanya baru kemarin yaumil selalu berkata "menjengkelkanmu tin."
rasanya baru kemarin kita lari-larian di rumah tiwi untuk saling memberi usilan berujung tawa
rasanya baru kemarin ga ada uang untuk beli makan dan ngumpulin dikit-dikit untuk kita bareng-bareng makannya
rasanya baru kemarin bazar kelas kita lakukan yang bertuju untung malah berhasil buntung (buntungnya banyak di fahmi, we're really sorry ami.)

tiwi, ita, yaumil, debby, fahmi, edo, kevin, mail
sebuah cinta yang Allah titipkan didalam hidup ini
sebuah cinta yang Allah ajarkan, bahwa tak tunggu kau sempurna untuk memiliki
cinta yang dipupuk dengan kenakalan anak remaja, rasa egois, kekanakan, yang kemudian saling mengajari

jika ditanya, kenapa saya masih bertahan bersama mereka?
yah itu karena mereka yang tau siapa saya dulu dan siapa saya sekarang.
jika yang lain dimasa kini ada dan begitu menerima dengan diri ini yang tentu masih banyak kurangnya, mereka lebih dulu menerima diri ini dengan ribuan bahkan jutaan keburukan yang ada pada diri ini.

jika hari ini bersama mereka yang baru mengenal, diri ini berbuat salah mereka akan terkaget "how can she did it?"
but they will always open their hand to say then, "be better."
(ini mah diri ini aja yang mau dapat pemakluman ._.v)

mereka yang hadir pada moment-moment genting, mama sakit hingga mama meninggal
ketika satu demi satu kami pergi meninggalkan kota evolusi kami.
bahkan dengan hijrahkupun mereka menerima

yang dulu bisa jambak-jambakan even with the boy
when I decided to said "I can't now", and they pleased to.

mereka adalah keluarga kecil disaat keluarga yang lain cukup sibuk.
dan kami masih terus saling mengenal hingga kini.

terimakasih sudah menjadi bagian dari "saya"
terimakasih untuk selalu menerima.
terimakasih untuk "kita"

***

baydeway gais, when mau upload this photo to tiwi's instagram smpat krecokan sama tiwi terkait tulisan diatas tengah kami itu.
Tiwi: hmm, tulis apa ya tin, since 2000 berapa ya kita SMP
Titin: since 2008 - 2017 aja wi tulisnya
Tiwi: ih, jangko gang. masa sampai 2017 saja, selamanya
Titin: ya sudah forever aja, eh tapi kok kayak alay gitu wkwk
Tiwi: haha iyo ya, ini mo pale saja...

dan jadilah kayak diatas
dan kitapun ketemuan ga janjian pakai putih2 dan coklat ke marunan, mungkin ini yang dinamakan resonansi hati. ah sudahlah.

banyak kisah yang tak bisa ku retas satu persatu tentang kalian
semoga Allah selalu memberi barokah-barokahNya dalam hidup kalian, untuk kemudian menjadikan kita insan yang bertaqwa, saling mngingatkan dan terus berproses untuk lebih dekat denganNya yang berujung dengan pertemuan disisiNya dan menceritakan kepada Rabb kita. "ya Allah, merekalah dulu yang menguatkan dikala diri sudah mulai membelok dari jalanMu. walau kami bukan anak pesantren, tapi kami saling mengingatkan untuk tetap berada pada jalanMu."

segala puji hanya milik Allah, yang menyatukan segala perbedaan dan membungkusnya dalam indahnya persaudaraan.

with the big task behind me,


your Tin.
Read More

Senin, 13 Februari 2017

Mom, I am Your Daughter


"tin, nanti buka puasanya di swiss bel ya." kata ibu saat melewatiku yang masih berjibaku dengan cucian.
"eh, ibu ga salah tidur? ada apa gerangan buka puasanya di swiss bel?" jawabku sedikit heran, tak lain dan tak bukan karena tau ibu paling ga suka makan diluar, "lebih sehat makanan di rumah kita tin" katanya, alih-alih lebih hemat hihi.

"ada pertemuan dengan Mentri Pertanian. ikut saja ya." she closed the conversation.

---

"syukron ya kak udah dianter." kataku sambil tersenyum kepada kak siti khodijah yang telah membersamai sejak siang, mulai dari ngehitungin jilbab untuk kegiatan GeMAr 2017, syuro LDK, sampai tahsin Qur'an.

"iya ukh sama-sama. assalamu'alaykum." tutupnya diiringi kepulangannya.

sudah sore, baru sampai diluar sudah nampak kalau ada mahasiswa ibu yang sedang konsultasi.
akupun masuk dan berlalu.

teringat agenda yang sedikit lagi berlangsung, pikirankupun mulai kesana kemari.
"inikan kegiatan orang pertanian, nanti aku disana sama siapa? ibukan dosen, as usually, duduk dosen dan mahasiswa itu berpisah, sedang disana banyak orang yang tak ku kenal. how to be stay at there with that condition?" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat semakin dug-dug untuk pergi. hehe harusnya biasa aja ya, cuman jika itu lingkungan baru dan banyak yang tak ku kenal, akan menjadi awkward moment. ah, biarlah. let it go mah kalau kata Elsa (Frozen).

"bu, nanti duduknya kita misah ga?" akhirnya, celetupku pada ibu.
"ya enggalah, nanti kita sama-sama duduknya." sahut ibu yang membuatku feel better.

---

"bu, kemarin kan ya aku pulang dari rumah kak siti khodijah. nah di ujung gangnya itu ada 3 anak bule lucu-lucu, dua anak laki satu anak perempuan." ceritaku sambil berjalan menggandeng ibu di koridor hotel.

"loh ada apa anak bulik disitu?" jawab ibu yang salah sambung.
"bule buuu bulee, bukan bulik wkwk." cengirku yang sudah tak sabar ingin melanjut cerita, namun dari kejauhan nampak banyak orang yang sudah menunggu untuk masuk di ruang serbaguna hotel tsb.

ada mahasiswa-mahasiswa yang menyapa ibu, and my hand still holded her hand.
then, ada teman-teman ibu, ibupun menyapa teman-temannya, dan kulepaskan gandengan ku. yah, seringnya jika ada teman ibu atau mahasiswa lain, jangankan tangan, diri ini akan kugiring menjauh dari ibu. ain't, bukan karena malu dibilang udah gede masih buntutin ibunya, tapi tak ingin jika ada suara dari arah kiri "oh, dia anak dosen." "oh, jadi itu anaknya bu indah.", "oh, itu." dan oh oh lainnya yang akan menjadi jarak antarku dan yang lainnya.

setelah berbincang sedikit ibupun mengajak ku masuk.
"ayo tin." ajak ibu yang membuatku agak kikuk karena banyak beud teman-teman ibu yang seyogiayanya dosen-dosenku di kampus walau beda jurusan.

do you know what the thing that was make me meelting?
diriku yang kebingungan melihat mahasiswa dan dosen yang duduk berpisah dan i didn't know, did i know one of them (student)? but my mom took my hand, and holding it lebih erat. yaa, digandeng dengan lebih erat. diriku yang sedari tadi menghindari biar ga keliatan anak ibu (padahal udah nampak bet-,-), eh beliau malah menggandeng tangan ini dengan lebih erat.

bukan hanya itu, saat seluruh tamu dan undangan dipersilahkan makan. ibu turut duduk di dekatku, yang padahal ibu dari tadi duduknya nun jauh dimato hihi. "ini makan dulu." sambil menyuapiku, oh mom... for the sure I was embarrassed, ga enak dengan mahasiswa lainnya, hehe yang lainnya pada nungguin nasi kotak (makan dosen dan mahasiswa terpisah, dosen prasmanan, hoho kasta-abble bet yak).

satu hal yang kemudian menyadarkanku.
ini bukan tentang apa yang orang lain pikirkan.
ini bukan tentang apa yang harus ketutup untuk tak mereka jadikan terkaan.
tapi ini "akhlaq cinta sang ibu."

tak peduli apa yang orang lain katakan.
tak ambil pusing akan apa yang orang lain terejmahkan.
yang ia tau, "aku ini ibumu" titik.

ya, pada suapan pertama rasanya masih malu.
but after that, no more.

yah...
aku tak peduli jika ada yang bilang "manja"
aku tak peduli jika ada yang menatap dengan tatapan "dasar pamer."
karena ku tau, ibuku tulus, dan tak peduli apa yang mereka katakan.
karena ku tau, ibuku hanya ingin anaknya baik-baik saja.

ah ibu...
ku ingat kembali rintihanku saat itu.
"ya Allah, jika memang bapak ingin menikah lagi, berilah ia istri yang bisa menjadi ibu kami dan membimbingnya kejalanMu."
and Allah sent her for us.

fabiayyi 'alaa irrabbikuma tukadziban?
tak ada yang bisa kudustakan dari nikmatNya melalui cinta sang ibu.

mungkin rasa pelukannya berbeda dengan pelukan mama.
tapi cintanya setulus mama, yah... selalu seperti itu, cinta sang ibu.

ibu ku sayang
engkau salah satu alasan, mengapa aku masih berjuang.
semoga Allah menjadikanku anak shalih agar bermanfaat baktiku padamu, fiddunya wal akhirah.

***

with lovely heart,


your daugher (Tin ~)
Read More

Rabu, 18 Januari 2017

Rabu Menggebu


Assalamu’alaykum ~
What’s up reader? Hopefully always in Allah’s mercy.
How about your activity nowadays? For the one who take a collage in Java (Indonesia), maybe now is holiday time. Dan kami di Papua – particularly in Merauke, Alhamdulillah sudah aktif-aktifnya kuliah, mengejar ujian akhir semester.

But…
Since the first day of this week, we never sat down in our class. Since many reason, like the lecture is busy and anyreason. Jika biasanya kami senang (walah akhirnya jadi kami, padahal dulu ga ikut-ikutan), akhirnya kami lelah dengan ketidak hadiran dosen-dosen.

“kapan liburnya kalau ga pernah masuk kelas L.” Keluh salah satu teman yang diikuti dengan keluhan lain dari teman sekelas.

O’ow ternyata alasan akhirnya lagi-lagi untuk kepuasan “pribadi” hehe. That’s us.

Sebenarnya tidak begitu sedih juga karena kuliahnya ga masuk-masuk, since the lecture still gave us the best alternative. “homework” that’s how we can call it. So, diantara jam-jam tak masuknya dosen, kami bergulat dengan seabrek tugas yang alhamdulillaah menjadi bekal dan nutrisi yang baik bagi kami as the future teacher. Yeay ~ saking banyaknya tugas, teman-teman hampir lupa untuk mengeluh, hihi better to finish the task.

Today, dengan semangat membara datang ke kampus lebih pagi dari biasanya. Mengingat kemarin-kemarin sering telat Alhamdulillah bisa diusahain ontime hari ini, itupun rasanya sudah dugdugser. The class start over 7.30am, and we just started our trip (my daddy pick me to campus) on 7.15am. and how good, bapak seolah tak menyadari kenyarisan diriku dalam keterlambatan, “ya Allah, kok laju motornya begitu nikmat, daddy is really take aware.” Celetupku dalam hati sambil liat ke spidometer. “Goody, 20km per hour?” bingung how to tell my dad to gas up the motorcycle. Bapak sebenarnya baru saja bangkit dari tidur pagi, rutinitas beliau yang – subuhan di masjid – jalan pagi – bersih bersih rumah (where is ur daughter, sir?) – and then beliau lelah jadi tidur lagi. That was why I won’t to told him, that I would be late if we still in this speed.

“alhamdulillaah dapat lampu merah.” Celetupku lagi dalam hati. Tak lama kemudian lampu hijau mnyala, “OKAY” seruku dengan nada yang agak kencang, ya Rabbi padahal lagi dijalan raya wkwk, ini sebenarnya lebih kepada luapan hati yang takut telat. After that, not long, I was ready on campus. Fiuhh ~ not late.

Sudah nunggu beberapa saat bersama teman-teman, Mas Teguh, ketua HMJ sekaligus teman kelas kami datang. “ibu ga masuk, pulang saja.” Katanya, mataku sinis menatapnya, tapi sinisnya bercanda, karena tau teman-teman kelas sering “tipu” tentang ketidak hadiran dosen jadi tatapan sinis merupakan jurus ampuh untuk melawan tipu-tipu itu.

“serius, Mbak Titin.” Tegasnya untuk lebih meyakinkan dengan wajahnya yang meragukan dari atas motor.

“kenapa ga masuk?”
“karena… (beberapa detik kemudian) ibu ada acara keluarga.” Katanya lebih meragukan sambil memarkir motornya dengan arah horizontal dari yang seharusnya.
“ah, ga meyakinkan cara kamu menjawab, Guh.” Jawabku
“kalau aku bener, gimana, Mbak?” serunya lebih kepada ngotot sambil meraih handphonenya dan menunjukkan sms ibu

*saya melihat sms dengan seksama*
“hehe, habis kamu ga meyakinkan tadi.” Kataku sambil menyerahkan hpnya dengan malu-malu(in). hihi

Alhamdulillaah walau sudah diburu-buruin  ke kampus dan dosen ga masuk, setidaknya bisa bertemu mereka sudah menjadi kebahagiaan dipagi yang cerah itu. Karena sudah dua tahun lebih bersama mereka, persaudaraan ini sudah lebih mantap dalam tiang-tiang bangunannya.

Akhirnya pulang ke kosan Ukhti Aeni untuk melanjutkan kerja tugas RPP yang besok udah harus dikumpul. And then, done ~ alhamdulillaah.

Time showed 12.59pm, and we should go back to campus because on 1pm we have a class. Karena kos Ukh Aeni dekat dari kampus dan rasa-rasanya dosennya ga masuk, al hasil jam segitu baru berangkat – gasss jatuh. “balap ya, ukh.” Pintaku pada ukh Aeni yang ga pernah mau dibonceng olehku, hoho.”

Sampai di kampus, sudah seperti perkiraan, we have no class. Sudah bersiap ingin balik kanan, dan menyiapkan tugas-tugas yang ada.

“kak titin, kenapa anak-anak pda naik ke kelas?” kata Ukh Aeni sambil menunjuk kearah kelas diatas, yah ada Mas Boy dan Mas Teguh diatas.

“katanya ada masalah, jadi kita harus naik ke atas dulu.” Erik menambahkan dari belakang.

Okay… here we go.
Tap tap tap, “since back from holiday, rasanya baru sekali ini naik ke ruangan kelas ini ya, ukh?” seruku pada baity yang kugandeng tangannya menaiki tangga. “iya yah kak, rasanya capek banget.” Jawabnya.

Akhirnya sampai di depan kelas yang entah darimana banyak kursi-kursi berseliweran dan ada sosok mas teguh sedang menunggu. I am the one who can’t to wait about the news or else, sejenis kepo. So, I asked him.

“ada apa sih, Guh?
“gini mbak, duduk aja dlu.” Pintanya dengan suara dikecikan
“ada masalah mbak, kenapa dosen-dosen akhir-akhir ini ga mau masuk ke kelas. Hanya di kelas dan angkatannya kita.” Lanjutnya, “ada satu teman kita yang buat masalah dan akhirnya berimbas ke kita semua. Masuk aja dlu mbak nanti dijelaskan di dalam saja.”

Seperti disambar gledek, ya Rabbi. Siapakah teman kami itu, sejauh ini kami baru tau kalau ia ada masalah. Gemetarpun ga bisa ditanggulangi, ku sampaikan pada beberapa teman saat masuk kelas sambil menunggu  teman yang lain menggenapkan kursi-kursi dikelas. Yang lainpun ikut gelisah.

“jadi gini teman-teman.” Kata Mas Teguh memulai pembicaraan, kelaspun senyap dalam perhatian penuh padanya.
“kenapa akhir-akhir ini dosen ga masuk ke kelas kita? Itu sebenarnya karena ada salah satu teman kita yang punya masalah sama dosen, dan itu berimbas kepada kita semua.” Kelaspun mulai gaduh dengan suara ketegangan.

“boleh saya sebut nama orangnya?” ijin  Mas Teguh
“tunggu.” Seruku, “siapapun orangnya, kita ga boleh saling menyalahkan, kita harus saling merangkul dan meyelesaikan masalah bersama-sama.” Mereka semua sudah seperti saudara sendiri, jika ada yang dapat masalah tentu itu masalah kita bersama, pikirku. Dan jika kita bersaudara, harusnya saling menjaga.

Teman-temanpun pada ketakutan, bisa jadi kami tidak menyadari kesalahan yang kami perbuat kepada dosen yang ternyata berimbas kepada keengganan beliau2 masuk ke dalam kelas. Ugh… semua pada menunjukkan rasa khawatirnya. And I hold ukh Aeni’s hand in my right hand and ukh Baity’s hand in my left hand for awhile.

“iya, Mbak Titin. Saya rasa orangnya juga sudah merasa dirinya yang bersalah. Biar dia yang menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi.” Tutup teguh sambil minggir dari depan papan kelas munuju kursi dan mata teman-teman saling mencari, diriku tak berani menatap. Hanya menatap mata ukh aeni yang akhirnya berbisik “hah, mas Boy.” Iapun naik ke depan kelas.

“mohon maaf teman-teman sebelumnya, mungkin gara-gara saya masalah ini muncul.” Katanya dengan mata berkaca-kaca, bener-bener berkaca-kaca.

“maaf, rasanya saya ingin menangis. saya juga mohon maaf karena mengganggu waktu teman-teman, mungkin ada yang mau kerjakan RPP dan tugas lainnya tapi waktunya tersita karena ulah saya.” Ia melanjutkan diiringi kehawatiran teman-teman.

“sebenarnya ini karena masalah perasaan saya.” Ujarnya dengan lirih
“hah! Aku tau!!!” seruku dengan excited memotong dan membuyarkan focus teman teman.
“kak titin…” seru teman-teman diiringi tawa kecil
“oke, oke sorry, silahkan mas boy.” Sambil membisiki ukh Aeni dengan hipotesa kacauku, “rasanya dia menembak dosen kita.” Ukh Aeni shock tapi mengiyakan, mengingat ada dosen kami yang masih muda dan cantik.

“baik, jadi ini semua karena perasaan saya, sebenarnya ini sudah lama saya pendam, dan rasa ini sering muncul, hilang, kemudian muncul lagi, sampai sekarang rasa ini semakin kuat.” Lanjut Mas Boy, yang lebih mengaktifkan syarafku menuju hipotesa berbasis logika, ah Mas Boy pasti bercanda, seruku dalam benak.

“jadi saya sangat menyukai dan mengagumi seseorang, dia adalah ****. Mungkin dia bisa maju kedepan.” Katanya.

Whattt??? We knew it now, ini hanya rangkaian “katakan perasaan” oleh Mas Boy.

“wahhh serasa nonton ftv.” Kata Ana lebih kepada envy. Hihi piss, Na.

So…  akhirnya Mas Boy nembak si doi yang malu-malu tapi karena ia teman kelas kami juga jadi ga malu-malu amatlah yak hihi. Gadis tomboy nan jenaka itupun menerima Mas Boy menjadi pacarnya.

Huaaa… Pacaran is forbidden in Islam. Semoga keduanya lekas mengambil jalan yang indah yakni menikah.

Yes, I can’t to scream aloud to say. “You can’t to take date with. It’s haram.”
I just can told her, “shalat dan ibadahnya dijaga ya, say.” Semoga Allah menunjuki kepada jalan yang lurus.  Bukan hanya kepada keduanya, tapi kepada kita semua. Karena Allah Maha Membolak-balikkan hati, semoga Ia teguhkan (bukan Mas Teguh) hati ini dijalanNya.

Dan akhirnya, seperti kata mereka “Ia yang datang mengajakmu pacaran, akan kelah dengan Ia yang mendatangi ayahmu untuk meminangmu.”

***
NB: Nama-nama sudah disamarkan, cerita diatas untuk mengambil pelajaran bukan untuk menghujat ataupun menjudge satu sama lain. Segala salah dan kurang datangnya dari diri saya pribadi, baiknya pasti dari Allah.

Gutten Nachtmittag

Tin with the cute hungry. (hungrynya yg cute, not me -.-)
Read More