Rabu, 18 Januari 2017

Rabu Menggebu


Assalamu’alaykum ~
What’s up reader? Hopefully always in Allah’s mercy.
How about your activity nowadays? For the one who take a collage in Java (Indonesia), maybe now is holiday time. Dan kami di Papua – particularly in Merauke, Alhamdulillah sudah aktif-aktifnya kuliah, mengejar ujian akhir semester.

But…
Since the first day of this week, we never sat down in our class. Since many reason, like the lecture is busy and anyreason. Jika biasanya kami senang (walah akhirnya jadi kami, padahal dulu ga ikut-ikutan), akhirnya kami lelah dengan ketidak hadiran dosen-dosen.

“kapan liburnya kalau ga pernah masuk kelas L.” Keluh salah satu teman yang diikuti dengan keluhan lain dari teman sekelas.

O’ow ternyata alasan akhirnya lagi-lagi untuk kepuasan “pribadi” hehe. That’s us.

Sebenarnya tidak begitu sedih juga karena kuliahnya ga masuk-masuk, since the lecture still gave us the best alternative. “homework” that’s how we can call it. So, diantara jam-jam tak masuknya dosen, kami bergulat dengan seabrek tugas yang alhamdulillaah menjadi bekal dan nutrisi yang baik bagi kami as the future teacher. Yeay ~ saking banyaknya tugas, teman-teman hampir lupa untuk mengeluh, hihi better to finish the task.

Today, dengan semangat membara datang ke kampus lebih pagi dari biasanya. Mengingat kemarin-kemarin sering telat Alhamdulillah bisa diusahain ontime hari ini, itupun rasanya sudah dugdugser. The class start over 7.30am, and we just started our trip (my daddy pick me to campus) on 7.15am. and how good, bapak seolah tak menyadari kenyarisan diriku dalam keterlambatan, “ya Allah, kok laju motornya begitu nikmat, daddy is really take aware.” Celetupku dalam hati sambil liat ke spidometer. “Goody, 20km per hour?” bingung how to tell my dad to gas up the motorcycle. Bapak sebenarnya baru saja bangkit dari tidur pagi, rutinitas beliau yang – subuhan di masjid – jalan pagi – bersih bersih rumah (where is ur daughter, sir?) – and then beliau lelah jadi tidur lagi. That was why I won’t to told him, that I would be late if we still in this speed.

“alhamdulillaah dapat lampu merah.” Celetupku lagi dalam hati. Tak lama kemudian lampu hijau mnyala, “OKAY” seruku dengan nada yang agak kencang, ya Rabbi padahal lagi dijalan raya wkwk, ini sebenarnya lebih kepada luapan hati yang takut telat. After that, not long, I was ready on campus. Fiuhh ~ not late.

Sudah nunggu beberapa saat bersama teman-teman, Mas Teguh, ketua HMJ sekaligus teman kelas kami datang. “ibu ga masuk, pulang saja.” Katanya, mataku sinis menatapnya, tapi sinisnya bercanda, karena tau teman-teman kelas sering “tipu” tentang ketidak hadiran dosen jadi tatapan sinis merupakan jurus ampuh untuk melawan tipu-tipu itu.

“serius, Mbak Titin.” Tegasnya untuk lebih meyakinkan dengan wajahnya yang meragukan dari atas motor.

“kenapa ga masuk?”
“karena… (beberapa detik kemudian) ibu ada acara keluarga.” Katanya lebih meragukan sambil memarkir motornya dengan arah horizontal dari yang seharusnya.
“ah, ga meyakinkan cara kamu menjawab, Guh.” Jawabku
“kalau aku bener, gimana, Mbak?” serunya lebih kepada ngotot sambil meraih handphonenya dan menunjukkan sms ibu

*saya melihat sms dengan seksama*
“hehe, habis kamu ga meyakinkan tadi.” Kataku sambil menyerahkan hpnya dengan malu-malu(in). hihi

Alhamdulillaah walau sudah diburu-buruin  ke kampus dan dosen ga masuk, setidaknya bisa bertemu mereka sudah menjadi kebahagiaan dipagi yang cerah itu. Karena sudah dua tahun lebih bersama mereka, persaudaraan ini sudah lebih mantap dalam tiang-tiang bangunannya.

Akhirnya pulang ke kosan Ukhti Aeni untuk melanjutkan kerja tugas RPP yang besok udah harus dikumpul. And then, done ~ alhamdulillaah.

Time showed 12.59pm, and we should go back to campus because on 1pm we have a class. Karena kos Ukh Aeni dekat dari kampus dan rasa-rasanya dosennya ga masuk, al hasil jam segitu baru berangkat – gasss jatuh. “balap ya, ukh.” Pintaku pada ukh Aeni yang ga pernah mau dibonceng olehku, hoho.”

Sampai di kampus, sudah seperti perkiraan, we have no class. Sudah bersiap ingin balik kanan, dan menyiapkan tugas-tugas yang ada.

“kak titin, kenapa anak-anak pda naik ke kelas?” kata Ukh Aeni sambil menunjuk kearah kelas diatas, yah ada Mas Boy dan Mas Teguh diatas.

“katanya ada masalah, jadi kita harus naik ke atas dulu.” Erik menambahkan dari belakang.

Okay… here we go.
Tap tap tap, “since back from holiday, rasanya baru sekali ini naik ke ruangan kelas ini ya, ukh?” seruku pada baity yang kugandeng tangannya menaiki tangga. “iya yah kak, rasanya capek banget.” Jawabnya.

Akhirnya sampai di depan kelas yang entah darimana banyak kursi-kursi berseliweran dan ada sosok mas teguh sedang menunggu. I am the one who can’t to wait about the news or else, sejenis kepo. So, I asked him.

“ada apa sih, Guh?
“gini mbak, duduk aja dlu.” Pintanya dengan suara dikecikan
“ada masalah mbak, kenapa dosen-dosen akhir-akhir ini ga mau masuk ke kelas. Hanya di kelas dan angkatannya kita.” Lanjutnya, “ada satu teman kita yang buat masalah dan akhirnya berimbas ke kita semua. Masuk aja dlu mbak nanti dijelaskan di dalam saja.”

Seperti disambar gledek, ya Rabbi. Siapakah teman kami itu, sejauh ini kami baru tau kalau ia ada masalah. Gemetarpun ga bisa ditanggulangi, ku sampaikan pada beberapa teman saat masuk kelas sambil menunggu  teman yang lain menggenapkan kursi-kursi dikelas. Yang lainpun ikut gelisah.

“jadi gini teman-teman.” Kata Mas Teguh memulai pembicaraan, kelaspun senyap dalam perhatian penuh padanya.
“kenapa akhir-akhir ini dosen ga masuk ke kelas kita? Itu sebenarnya karena ada salah satu teman kita yang punya masalah sama dosen, dan itu berimbas kepada kita semua.” Kelaspun mulai gaduh dengan suara ketegangan.

“boleh saya sebut nama orangnya?” ijin  Mas Teguh
“tunggu.” Seruku, “siapapun orangnya, kita ga boleh saling menyalahkan, kita harus saling merangkul dan meyelesaikan masalah bersama-sama.” Mereka semua sudah seperti saudara sendiri, jika ada yang dapat masalah tentu itu masalah kita bersama, pikirku. Dan jika kita bersaudara, harusnya saling menjaga.

Teman-temanpun pada ketakutan, bisa jadi kami tidak menyadari kesalahan yang kami perbuat kepada dosen yang ternyata berimbas kepada keengganan beliau2 masuk ke dalam kelas. Ugh… semua pada menunjukkan rasa khawatirnya. And I hold ukh Aeni’s hand in my right hand and ukh Baity’s hand in my left hand for awhile.

“iya, Mbak Titin. Saya rasa orangnya juga sudah merasa dirinya yang bersalah. Biar dia yang menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi.” Tutup teguh sambil minggir dari depan papan kelas munuju kursi dan mata teman-teman saling mencari, diriku tak berani menatap. Hanya menatap mata ukh aeni yang akhirnya berbisik “hah, mas Boy.” Iapun naik ke depan kelas.

“mohon maaf teman-teman sebelumnya, mungkin gara-gara saya masalah ini muncul.” Katanya dengan mata berkaca-kaca, bener-bener berkaca-kaca.

“maaf, rasanya saya ingin menangis. saya juga mohon maaf karena mengganggu waktu teman-teman, mungkin ada yang mau kerjakan RPP dan tugas lainnya tapi waktunya tersita karena ulah saya.” Ia melanjutkan diiringi kehawatiran teman-teman.

“sebenarnya ini karena masalah perasaan saya.” Ujarnya dengan lirih
“hah! Aku tau!!!” seruku dengan excited memotong dan membuyarkan focus teman teman.
“kak titin…” seru teman-teman diiringi tawa kecil
“oke, oke sorry, silahkan mas boy.” Sambil membisiki ukh Aeni dengan hipotesa kacauku, “rasanya dia menembak dosen kita.” Ukh Aeni shock tapi mengiyakan, mengingat ada dosen kami yang masih muda dan cantik.

“baik, jadi ini semua karena perasaan saya, sebenarnya ini sudah lama saya pendam, dan rasa ini sering muncul, hilang, kemudian muncul lagi, sampai sekarang rasa ini semakin kuat.” Lanjut Mas Boy, yang lebih mengaktifkan syarafku menuju hipotesa berbasis logika, ah Mas Boy pasti bercanda, seruku dalam benak.

“jadi saya sangat menyukai dan mengagumi seseorang, dia adalah ****. Mungkin dia bisa maju kedepan.” Katanya.

Whattt??? We knew it now, ini hanya rangkaian “katakan perasaan” oleh Mas Boy.

“wahhh serasa nonton ftv.” Kata Ana lebih kepada envy. Hihi piss, Na.

So…  akhirnya Mas Boy nembak si doi yang malu-malu tapi karena ia teman kelas kami juga jadi ga malu-malu amatlah yak hihi. Gadis tomboy nan jenaka itupun menerima Mas Boy menjadi pacarnya.

Huaaa… Pacaran is forbidden in Islam. Semoga keduanya lekas mengambil jalan yang indah yakni menikah.

Yes, I can’t to scream aloud to say. “You can’t to take date with. It’s haram.”
I just can told her, “shalat dan ibadahnya dijaga ya, say.” Semoga Allah menunjuki kepada jalan yang lurus.  Bukan hanya kepada keduanya, tapi kepada kita semua. Karena Allah Maha Membolak-balikkan hati, semoga Ia teguhkan (bukan Mas Teguh) hati ini dijalanNya.

Dan akhirnya, seperti kata mereka “Ia yang datang mengajakmu pacaran, akan kelah dengan Ia yang mendatangi ayahmu untuk meminangmu.”

***
NB: Nama-nama sudah disamarkan, cerita diatas untuk mengambil pelajaran bukan untuk menghujat ataupun menjudge satu sama lain. Segala salah dan kurang datangnya dari diri saya pribadi, baiknya pasti dari Allah.

Gutten Nachtmittag

Tin with the cute hungry. (hungrynya yg cute, not me -.-)

0 komentar:

Posting Komentar